Rabu, 15 Oktober 2014

Perbedaan teman dan sahabat


Ada satu perbedaan antara menjadi seorang teman dan menjadi seorang sahabat. Kenalan adalah seseorang yang namanya kau ketahui, yang kau lihat berkali-kali, yang dengannya mungkin kau miliki persamaan, dan jika berada di dekatnya kau merasa nyaman. Ia adalah orang yang dapat kau undang ke rumahmu dan dengannya kau berbagi. Namun, mereka adalah orang yang dengannya tidak akan kau bagi hidupmu, yang tindakan-tindakannya kadang-kadang tidak kau mengerti karena kau tidak cukup tahu tentang mereka.
Sebaliknya, seorang sahabat adalah seseorang yang kau cintai. Bukan karena kau jatuh cinta padanya, namun kau peduli akan orang itu, dan kau memikirkannya ketika mereka tidak ada. Sahabat-sahabat adalah orang yang dimana kau diingatkan ketika kau melihat sesuatu yang mereka sukai, dan kau tahu itu karena kau mengenal mereka dengan baik. Mereka adalah orang-orang yang wajahnya selalu terekam di kepalamu. Mereka adalah orang-orang yang ketika berada di dekatnya kau merasa tenang karena kau tahu mereka peduli terhadapmu. Mereka menelpon hanya untuk mengetahui bagaimana kabarmu, karena sahabat sesungguhnya tidak butuh suatu alasanpun.
Hanya kepada kita kau bisa berkata jujur-pertama kali-dan kau melakukan hal yang sama. Kau tahu bahwa jika kau memiliki masalah, kita akan bersedia memberikan telinganya hanya untuk mendengar tiap kata keluhanmu bahkan memberikan dukungan ketika kau butuh sebuah pengakuan. kita adalah orang-orang yang tidak akan menertawakanmu ketika kau jatuh atau menyakitimu dengan sengaja, dan jika mereka benar-benar menyakitimu … kita akan berusaha keras untuk memperbaikinya. kita adalah orang-orang yang kau cintai dengan sadar ataupun tidak. Mereka adalah orang-orang dengan siapa kau menangis ketika kau merasa tidak sanggup dengan beban yang menghimpit dadamu.
sahabat adalah seseorang yang menyukaimu,
seseorang dengan siapa kamu dapat menjadi diri sendiri,
seseorang yang menghargai kebaikan2mu,
tidak keberatan dengan kekuranganmu,
dan melihat kelebihan2 dalam dirimu,
Dengan seorang sahabat kau dapat berbagi tawa
berbagi rahasia
bertukar pikiran
berbagi kesuksesan maupun kekecewaan
dan macam2 persoalan besar maupun kecil
Seorang sahabat adalah seseorang yang dapat memahami perasaanmu tanpa kamu ucapkan
seseorang yang dekat denganmu dan selalu memaafkanmu
seseorang yang selalu membesarkan hati dan tidak pernah membuatmu merasa kecil
sahabat adalah
seseorang yang membuatmu merasa bahwa dunia ini indah…..
Sahabat … kita adalah orang-orang yang pada saat kau jabat erat tangannya, kau tak akan berpikir berapa lama menggenggamnya dan siapa yang harus lebih dahulu mengakhiri. Mungkin … kita adalah orang yang menemani di saat pernikahanmu nanti, atau orang yang mengantarkan / mengiringmu pada saat pernikahanmu, atau mungkin adalah orang yang kau nikahi.
sumber: http://friendsluck.wordpress.com/perbedaan-teman-dan-sahabat/

Pengertian dan manfaat menyanyi

Pengertian Dan Manfaat Menyanyi. Menyanyi adalah melantunkan suara dengan nada-nada yang beraturan, biasanya menyanyi diiringi dengan alat musik, baik itu menyanyi secara single/sendirian maupun menyanyi dalam kelompok.

Selain untuk menghibur orang lain, manfaat menyanyi dapat menjadi media penyalur rasa resah yang sedang melanda, ataupun sebagai bentuk luahan keinginan yang belum terealisasi.

Dengan menyanyi juga dapat membuka kembali kenangan atau moment-moment lama yang jarang diingat. Bakat menyanyi pada setiap orang berbeda-beda, tapi kalau kita mau belajar pasti dapat menonjolkan kemampuan menyanyi tersebut sehingga dapat menghibur orang lain atau minimal diri sendiri.
sumber:   http://in-my-please-aldi.blogspot.com/2014/03/pengertian-menyanyi-dan-manfaat.html

Sejarah Bendera

Sejarah
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[1] Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.[2] Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[3] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.[4] Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.[5] Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam[6] yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula. [7]

Peraturan tentang Bendera Merah Putih

Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35 [9], UU No 24/2009,[10] dan Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia [11]
Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:[10]
  1. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan.
  2. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum.
  3. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan.
  4. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden.
  5. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara.
  6. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum.
  7. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal.
  8. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api.
  9. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara.
  10. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
  11. 3 cm x 5 cm untuk penggunaan di seragam sekolah.
Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.[10] Dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.[10]
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.[10]
Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:[10]
  1. istana Presiden dan Wakil Presiden;
  2. gedung atau kantor lembaga negara;
  3. gedung atau kantor lembaga pemerintah;
  4. gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
  5. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
  6. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
  7. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
  8. gedung atau halaman satuan pendidikan;
  9. gedung atau kantor swasta;
  10. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
  11. rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
  12. rumah jabatan menteri;
  13. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
  14. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
  15. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
  16. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  17. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
  18. taman makam pahlawan nasional.
  1. Momentum pengibaran bendera asli setelah deklarasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.[10]
Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.[10]
Setiap orang dilarang:[10]
  1. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
  2. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
  3. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
  4. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
  5. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bendera_Indonesia#Sejarah



Selasa, 07 Oktober 2014

Sejarah Paskibraka

== Sejarah Paskibraka ==
Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) [[Husein Mutahar]], untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas.

Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebertulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.

Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

Tahun [[1967]], [[Husein Mutahar]] dipanggil presiden saat itu, [[Soekarno]], untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun [[1946]] di [[Yogyakarta]], beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
* Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
* Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),[[Berkas:H Mutahar.jpg|thumb|Idik Sulaiman, Sang Pencetus Istilah Paskibraka|149x149px]]
* Pasukan 45 / pengawal.
Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus [[1945]] (17-8-45). Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya melibatkan putra daerah yang ada di [[Jakarta]] dan menjadi anggota Pandu/[[Pramuka]] untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.
Rencana semula, untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para [[mahasiswa]] [[AKABRI]] (Generasi Muda ABRI) namun tidak dapat dilaksanakan. Usul lain menggunakan anggota [[pasukan khusus]] [[ABRI]] (seperti [[RPKAD]], [[PGT]], KKO, dan [[Brimob]]) juga tidak mudah. Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi karena mereka bertugas di Istana Negara Jakarta.

Mulai tanggal 17 Agustus [[1968]], petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan [[provinsi]]. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun [[1967]].

Pada tanggal [[5 Agustus]] [[1969]], di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada [[Gubernur]]/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan.
Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri.

Istilah yang digunakan dari tahun [[1967]] sampai tahun [[1972]] masih ''Pasukan Pengerek Bendera Pusaka''.
Baru pada tahun [[1973]], [[Idik Sulaeman]] melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan [[Paskibraka]]. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.